Tuesday, March 22, 2011

Kemiskinan dan Kesenjangan

1. Konsep dan definisi kemiskinan
secara etimologis, “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Lebih jauh disebutkan kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada dibawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non-makanan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty treshold).

Konsep kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. David Harry Penny (1990:140) mendefinisikan kemiskinan absolut dalam kaitannya dengan suatu sumber-sumber materi, yang dibawahnya tidak ada kemungkinan kehidupan berlanjut; dengan kata lain hal ini adalah tingkat kelaparan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah perhitungan kemiskinan yang didasarkan pada proporsi distribusi pendapatan dalam suatu negara.

2. konsep dan definisi kesenjangan
kesenjangan adalah "jarak" yang terjadi ditengah-tengah masyarakat disebabkan oleh perbedaan status sosial, maupun status ekonomi yang ada ditengah-tengah masyarakat.
Konsep tentang kesenjangan mempunyai kemiripan dengan konsep tentang perbedaan.

Seseorang mempunyai tinggi tubuh yang berbeda dengan seseorang yang lain. Fakta
menunjukkan adanya perbedaan tinggi tubuh. Pemahaman terhadap perbedaan sepertiitu relatif bersifat netral dan tidak terkait dengan moral pemahaman.  Pembahasan kesenjangan menghendaki pendefinisian kelompok-kelompok dalam
masyarakat. Pendefinisian kelompok yang sejak awal sering digunakan adalah kelompok pendapatan


3. indikator kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.

Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.
4. indikator kemiskinan
Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of proverty yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut


5. Temuan Empiris

- Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan. Badan Pusat Statistik menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS): data pengeluaran konsumsi sebagai proxy distribusi pendapatan.
·         Pertengahan 1997 pendapatan per kapita lebih dari 1000 dollar AS.
·         Tahun 1965-1970: pertumbuhan ekonomi di Indonesia rata-rata 2,7% dan koefisien Gini sebesar 0,35.
·         Tahun 1971-1980: pertumbuhan ekonomi di Indonesia rata-rata 5,4% dan koefisien Gini sebesar 0,3 ketidak merataan menurun.
·         Tahun 1998″ koefisien Gini sebesar 0,32.
·         Tahun 1999: koefisien Gini sebesar 0,33.
Bedasarkan kondisi geografis, terdapat perbaikan distribusi pendapatan pedesaan (0,26-0,31) dibandingkan di perkotaan (0,33). Perubahan pola distribusi pendapatan di pedesaan Indonesia disebabkan oleh:
·         Arus tenaga kerja dari pedesaan ke perkotaan
·         Struktur pasar di pedesaan lebih sederhana dibandingkan di perkotaan, distorsii pasar di pedesaan lebih kecil dibanding di perkotaan.
Dampak positif proses pembangunan nasional
·         Semakin banyak kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian di pedesaan
·         Prokdutivitas dan pendapatan riil tenaga kerja di sektor pertanian meningkat
·         Potensi sumber daya alam di pedesaan semakin baik di manfaatkan penduduk desa
Data pengeluarankonsumsi dipakai sebagaipendekatan (proksi) untuk mengukur distribusi pendapatan masyarakat, walau diakui cara demikian memiliki kelemahan serius.  Penggunaan data pengeluaran konsumsi bisa memberi informasi mengenai pendapatan yang under estimate.  Alasannya sederhana, jumlah pengeluaran konsumsi seseorang tidak harus selalu sama dengan jumlah pendapatan yang diterimanya, bias lebih besar atau lebih kecil.  Misalnya, pendapatannya lebih besar tidak selalu berarti pengeluaran konsumsinya juga besar.  Dalam hal ini berarti ada tabungan.  Sedangkan bila jumlah pendapatannya rendah, tidak selalu berarti jumlah konsumsinya juga rendah.  Banyak rumah tangga memakai kredit bank untuk membiayai pengeluaran konsumsi tertentu, misalnya membeli rumah, mobil dan untuk membiayai sekolah anak atau bahkan untuk liburan.
Pengertian pendapatan (income) yang artinya pembayaran yang didapat karena bekerja atau menjual jasa, tidak sama dengan pengertian kekayaan (wealth).  Kekayaan seseorang bias jauh lebih besar daripada pendapatannya.  Seseorang bias saja tidak punya pendapatan/pekerjaan (penghasilan), tetapi ia sangat kaya karena ada warisan keluarga.  Banyak pengusaha muda di Indonesia kalau diukur dari tingkat pendapatan mereka tidak terlalu berlebihan, tetapi mereka sangat kayak arena perusahaan dimana mereka bekerja adalah milik mereka (atau milik orangtua mereka).
Menjelang pertengahan 1997, beberapa saat sebelum krisis ekonomi, tingkat pendapatan per kepala di Indonesia sudah melebihi 1000 dolar AS, jauh lebih tinggi dibanding  30 tahun lalu.  Namun, apa artinya jika hanya 10% saja dari seluruh jumlah penduduk tanah air yang menikmati 90% dari jumlah pendapatan nasional atau PDB.  Sedangkan sisanya (90%) hanya menikmati 10% dari pendapatan nasional.
Jika kondisi di atas dibandingkan dengan Negara-negara maju yang distribusi pendapatannya lebih baik, misalnya Swiss, dengan menggunakan kurva Lorenz, maka kurva tersebut untuk Indonesia bentuknya lebih melebar sedangkan kurva Lorenz untuk Swiss lebih mendekati garis equality. Dengan kata lain, daerah konsentrasi pendapatan di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan Swiss.
- Kemiskinan
Di Indonesia, kemiskinan merupakan salah satu masalah besar. Terutama meliahat kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin di tanah air berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak Pelita I hingga 1997 (sebelum krisis eknomi). Berdasarkan fakta ini selalu muncul pertanyaan, apakah memang laju pertymbuhan yang tingii dapat mengurangi tingkat kemiskinan atau apakahmemang terdapat suatu korelasi negatif yang signifikan antara tingkat pertumbuhan dan presentase jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan?.
Kalau dilihat data dari Asia dalam sstudinya Dealolikar dkk. (2002), kelihatannya memang ada perbedaan dalam presentase perubahan kemiskinan antara kelompok negara dengan leju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kelompoknegara dengan pertumbuhan yang rendah. Seperti China selama tahun 1994-1996 pertumbuhan PDB riil rata-rata per tahun 10,5%, tingkat penurunan kemiskinan per kapita selama periode tersebut sekitar 15,5%, yakni dari 8,4% ke 6,0% dari jumlah populasinya. Sedangkan, misalnya Bangladesh dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun hanya 3,1% selama 1992-1996, tingkat penurunan kemiskinannya per kapita hanya 2,5%. Ada sejumlah negara, termasuk Indonesia, yang jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan bertambah walaupun ekonominya tumbuh positif.
Seperti telah dibahas sebelumnya, banyak studi empiris yang memang membuktikan adanya suatu relasi trade off yang kuat antara laju pertumbuhan pendapatan dan  tingkat kemiskinan, namun hubungan negatif tersebut tidak sistematis. Namun, dari beberapa studi empiris yang pernah dilakukan, pendekatan yang digunakan berbeda-beda dan batas kemiskinan yang dipakai beragam pula, sehingga hasil atau gambaran mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan juga berbeda.
6. faktor-faktor penyebab kemiskinan
• Laju Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat di setiap 10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 1990 Indonesia memiliki 179 juta lebih penduduk. Kemudian di sensus penduduk tahun 2000 penduduk meningkat sebesar 27 juta penduduk atau menjadi 206 juta jiwa. dapat diringkaskan pertambahan penduduk Indonesia persatuan waktu adalah sebesar setiap tahun bertambah 2,04 juta orang pertahun atau, 170 ribu orang perbulan atau 5.577 orang perhari atau 232 orang perjam atau 4 orang permenit. Banyaknya jumlah penduduk ini membawa Indonesia menjadi negara ke-4 terbanyak penduduknya setelah China, India dan Amerika. Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesiasemakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.

• Angkatan Kerja. Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran. Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atausemua penduduk berumur 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Sisanya merupakan bukan tenaga
kerja yang selanjutnya dapat dimasukan dalam katergori bebabn ketergantungan.

• Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan.Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan rendah (penduduk miskin); 40% penduduk berpendapatan menengah; serta 20% penduduk berpemdapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan dan ketidakmerataan distribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan nasional. Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat bila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati 12 hingga 17 persen pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk miskin menikmati lebih dari 17 persen pendapatan nasional makan ketimpangan atau
kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup
merata.
7. kebijakan anti kemiskinan
Ada 3 (tiga) pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni:
1.      Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pro kemiskinan
2.      Pemerintahan yang baik (good governance)
3.      Pembangunan social
Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi pemerintah sesuai sasaran atau tujuannya.  Sasaran atau tujuan tersebut dibagi menurut waktu, yakni jangka pendek, menengah dan panjang.
Intervensi lainnya adalah manajemen lingkungan dan SDA.  Hancurnya lingkungan dan “habisnya” SDA dengan sendirinya menjadi factor pengerem proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, yang berarti juga sumber peningkatan kemiskinan.
Intervensi jangka pendek terutama pembangunan sector pertanian dan ekonomi pedesaan, pembangunan transportasi, komunikasi, energy dan keuangan, peningkatan peran serta masyarakat sepenuhnya (stakeholder participation) dalam proses pembangunan dan proteksi social (termasuk pembangunan system jaminan social).
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yaitu :
1.     Intervensi jangka pendek, berupa :
·         Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan
·         Manajemen lingkungan dan SDA
·         Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan
·         Peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan
·         Peningkatan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
1.     Intervensi jangka menengah dan panjang, berupa :
·         Pembangunan/penguatan sektor usaha
·         Kerjsama regional
·         Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
·         Desentralisasi
·         Pendidikan dan kesehatan
·         Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
·         Pembagian tanah pertanian yang merata











No comments:

Post a Comment